
Dalam beberapa kesempatan Menteri Desa PDTT mengingatkan kalau “SDGs Desa itu bukan program. Tapi arah, tujuan yang ingin dicapai. Cara untuk mencapainya melalui program yang dirumuskan dalam musyawarah desa.
Terkait dengan program apa yang harus ditempuh, semua berbasis data, bukan berbasis imajinasi bukan berbasis keinginan”. Dengan kita memiliki banyak data memberikan pegangan arah perencanaan pembangunan didesa.
Dari pesan Menteri Desa ini mengandung beberapa pesan tersirat.
Pertama, desa-desa secara jamak masih memandang dan menerjemahkan SDGs Desa sebagai program atau proyek yang didalamnya ada uang dan dibawa ke desa, sehingga desa tak perlu menganggarkan uang yang secara khusus untuk membiayai program/kegiatan yang berorientasi pada pencapaian tujuan SDGs Desa.
Kedua, tata kelola program/kegiatan pembangunan desa selama ini yang selama ini dikemas dalam sistem perencanaan pembangunan desa masih berbasiskan pada keinginan bukan kebutuhan masyarakat.
Ketiga, desa belum sadar arti pentingnya desa sebagai basis perencanaan pembangunan. Dalam konteks ini kiranya, para pendamping desa perlu mengambil peran, sebagai duta Kemendesa PDTT yang berperan aktif membumikan konsep SDGs Desa sebagai tongkat sekaligus peta jalan cara menuju desa yang berkemajuan.
Pendamping desa bukan mandor proyek yang memegang teguh logical framework, bestek dan perangkat kerja administratif lainnya secara kaku. Mengapa, karena subjek yang dihadapi pendamping desa bukan benda mati, melainkan manusia, masyarakat berikut kelembagaannya yang selalu dinamis.
Pendamping desa bukanlah aktor yang menggantikan peran pemerintah desa dalam hal pengelolaan birokrasi dan kebijakan pembangunan desa.
Jadi, peran pendamping desa lebih dari sekadar sebagai tenaga pelaksananya Kementerian Desa PDTT yang bekerja secara mekanis dan membangun kolaborasi serta bekerja bersama sama dengan pemerintah desa maupun pemerintah daerah, selain itu juga pendamping desa dituntut dapat menjadi motive of force masyarakat yang mampu berfikir strategis dan bertindak taktis, sehingga mampu menumbuhkan masyarakat yang aktif, kreatif dan inovatif dari dalam.
Dengan tumbuhnya masyarakat yang proaktif, kreatif dan inovatif dari dalam, maka perubahan dan kemajuan desa yang akan terjadi kelak.
Pada hakikatnya bukan hasil intervensi aktor dari luar desa, melainkan hasil dari emansipasi dari dalam diri masyarakat serta rekognisi pemerintah desa atas modal sosial masyarakat tersebut. Dengan kata lain, dalam pengelolaan rumah tangga desa, dalam jangka panjangnya, masyarakat dan pemerintah desa akan berdaya untuk saling berkomplementer membangun desa berbasiskan sumber daya, aset, potensi dan modal sosial yang dimilikinya tanpa terjebak “ketergantungan” pada peran pendamping desa semata.